Kamis, 22 Januari 2009

“Aku mengerti apa yang tak kau mengerti, anakKu”

aku.. kecewa.. bukan ini yang kuharapkan.. aku hanya ingin mereka tahu kalau aku cemas.. aku takut,,hiks, aku ingin menangis saking takutnya,,hiks hiks ” tangis Nalya dalam kamarnya. Saat itu Nalya baru mengadakan pesta ulang tahunnya yang ke-19. Sebenarnya, tujuan perayaan itu, bukan hanya untuk bersenang-senang atas hari jadinya, tetapi juga untuk melepaskan rasa cemas yang menghantuinya. Ya.. ia ingin diperhatikan, didoakan, dan dihibur oleh teman-teman dekatnya. Keinginan yang terlalu kekanak-kanakan untuk seorang gadis yang telah berusia 19 tahun…

Di pesta itu ia memang berkumpul dengan teman-temannya, berbicara mengenai banyak hal, tertawa, bercanda dan berdiskusi mengenai hal lain, kecuali satu, tidak ada pembicaraan mengenai kecemasannya, kegalauannya, bahkan tidak ada doa bersama dalam pesta tersebut. Hal yang sesungguhnya sangat dibutuhkan oleh seorang Nalya saat itu.

Kini dalam kamarnya, Nalya mengungkapkan kesedihan,ketakutan, dan kekecewaannya dalam tangis, dalam kesendirian.. “Bapa, tidak bisakah aku berharap pada orang yang selama ini dapat mengerti aku? Kenapa semua jadi begini? Hampa, kosong, dan aku tetap ketakutan.. sejak awal rencanaku gagal, apa yang sudah kususun dengan begitu rapinya berantakan, bahkan terkesan sia-sia..apa salahku? Hiks..hiks” akhirnya Nalya bertanya pada Pribadi yang sepanjang hari ini hanya ia sapa satu kali. Namun yang terdengar hanya suara hening malam, tidak ada jawaban atas semua pertanyaan yang diajukan Nalya, hingga ia tertidur.

Selama tidurnya, Nalya selalu mendengar suara yang berkata “ janganlah engkau berharap pada manusia, harapan pada manusia hanya akan membawamu pada kekecewaan, berharaplah pada Tuhan Allahmu yang mengetahui segala sesuatu, karena Ia akan memberi tahumu tentang segala sesuatu yang tak kau mengerti”. Paginya ia terbangun dengan sejuta pikiran di benaknya. Saat itu ia mengerti, apa yang membuat semua rencananya berantakan. Pertama, ia tidak mengikutsertakan Tuhan dalam rencana yang ia buat. Kedua, ia terlalu berharap pada orang-orang disekitarnya. Ketiga, ia terlalu sibuk memikirkan hal-hal yang tidak ia mengerti dengan otaknya sendiri, tanpa mau menyerahkan semua masalahnya kepada Yang mengerti akan semua hal. Semua pertanyaannya terjawab. Apa yang terjadi bukan karena kesalahan teman-temannya, bukan karena kesalahan keluarganya, juga bukan karena kesalahan penyakitnya. Bukan kesalahan yang menjadi fokus pada apa yang terjadi dalam hari-hari Nalya, melainkan bagaimana ia menjalani salah satu proses pendewasaan diri dari Pribadi yang sangat menyayanginya. Pagi itu ia juga teringat akan tulisan yang ia baca kemarin: kepuasan bukan berasal dari kelimpahan yang didapatkan, tetapi dari sedikitnya keinginan yang disertai rasa syukur.

Nalya tersenyum, ia memang tidak dapat mengulang hari kemarin, namun ia berbahagia karena ia diingatkan kembali betapa Tuhan mengasihinya, Ia ada disaat Nalya menangis, Ia ada di saat ia sendiri, dan Dia mengerti perasaan anakNya. Kecemasannya untuk hari ini jauh berkurang, karena ia yakin, sebentar lagi ia akan melihat pelangi yang begitu indah bersama Tuhannya. Perlahan senandung keluar dari mulutnya:

Apa yang kau alami kini

Mungkin tak dapat engkau mengerti

Satu hal tanamkan di hati

Indah semua yang Tuhan bri

Tuhanku tak akan memberi

Ular beracun, pada yang minta roti

Cobaan yang engkau alami

Tak melebihi kekuatanmu

Tangan Tuhan sedang merenda

Suatu karya yang agung mulia

Saatnya kan tiba nanti

Kau lihat pelangi kasihNya

1 komentar: